Para
peneliti Swedish National Board of Health and Welfare dan Bloomberg
Philanthropies menganalisis data tentang perokok pasif di 192 negara
sejak tahun 2004. Mereka menemukan 40 persen anak-anak serta lebih dari
30 persen pria dan wanita menjadi perokok pasif.
Studi
yang dipubilkasi British Medical Journal Lancet, Jumat (26/11), ini
memperkirakan merokok pasif menyebabkan sekitar 379 kematian akibat
penyakit jantung, 165.000 kematian akibat penyakit pernapasan, 36.900
kematian akibat asma, dan 21.400 kematian akibat kanker paru-paru, tiap
tahun. Secara keseluruhan, jumlah tersebut mencapai satu persen dari
kematian di dunia.
“Campuran penyakit menular
dan perokok pasif adalah kombinasi mematikan,” kata Armando Peruga,
Program Manager Tobacco-Free Initiative, yang memimpin studi ini. Peruga
mengatakan jumlah ini melengkapi jumlah besar kematian karena rokok
yang mencapai 5,1 juta per tahun.
Dari studi
tersebut, negara yang memiliki perokok pasif terbanyak berada di Eropa
dan Asia. Jumlah terendah ada di Amerika, Mediterania Timur, dan Afrika.
Anak-anak
dengan orangtua perokok memiliki risiko lebih tinggi sindrom kematian
tiba-tiba, infeksi telinga, pneumonia, bronkhitis, dan asma. Paru-paru
mereka juga akan berkembang dengan lebih lambat dibanding anak-anak yang
orangtuanya tidak merokok.
Banyak negara telah
menerapkan larangan merokok di tempat umum. Di Indonesia, banyak daerah
yang telah menerapkan peraturan daerah (perda) dilarang merokok di
tempat umum. Tujuan utamanya adalah mengurangi kerugian yang diterima
orang-orang tidak merokok. Misalnya saja di Jakarta, sudah ada Perda
Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan
Gubernur (Pergub) Nomor 7 tahun 2005 tentang Kawasan Bebas Merokok
(KDM).
KDM diberlakukan di 7 tempat umum, yaitu
sekolah, terminal, sarana umum, tempat kesehatan, tempat perbelanjaan,
tempat beribadah, dan sarana angkutan umum. Namun, aturan itu belum
berjalan efektif karena dengan mudahnya orang merokok didapati di
tempat-tempat bebas asap rokok.
sumber by :: http://nationalgeographic.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar